Kamis, 15 September 2011

BAB I Latar Belakang

Latar Belakang
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat.
Pantai Derawan merupakan salah satu pantai yang berada di Kalimantan Timur terletak di Kabupaten Berau, yang merupakan sebuah objek wisata bahari menawan salah satunya Taman Bawah Laut yang diminati wisatawan mancanegara terutama para penyelam kelas dunia.
Kebudayaan yang berada di pesisir Pulau Derawan sangat beranekaragam, disana juga terdapat potensi alam yang sangat mengagumkan serta kehidupan masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya. Pantai Derawan terdapat masyarakat yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai nelayan, hal itu dikarenakan letaknya yang berbatasan langsung dengan laut.

Sabtu, 25 Juni 2011

BAB II PEMBAHASAN

Secara administratif, Kepulauan Derawan terletak di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur Di kepulauan ini terdapat sejumlah obyek wisata bahari menawan, salah satunya Taman Bawah Laut yang diminati wisatawan mancanegara terutama para penyelam kelas dunia.

Sedikitnya ada empat pulau yang terkenal di kepulauan tersebut, yakni Pulau Maratua, Derawan, Sangalaki, dan Kakaban yang ditinggali satwa langka penyu hijau dan penyu sisik. Mereka berada di Laut Sulawesi, di daerah pesisir Kalimantan Timur (2°17' N - 118°13' E). Dengan keanekaragaman hayati yang sangat besar, Kepulauan Derawan memiliki 872 jenis ikan karang, 507 spesies karang, dan invertebrata, termasuk spesies yang dilindungi (5 spesies kerang raksasa, 2 kura-kura laut, kepiting (Coconut crab), dll). Beberapa pulau-pulau menjadi pelabuhan bagi telur-telur penyu dan menjadi situs sarang penyu hijau (Green turtle) terbesar di Indonesia.

Secara geografis, terletak di semenanjung utara perairan laut Kabupaten Berau yang terdiri dari beberapa pulau yaitu Pulau Panjang, Pulau Raburabu, Pulau Samama, Pulau Sangalaki, Pulau Kakaban, Pulau Nabuko, Pulau Maratua dan Pulau Derawan serta beberapa gosong karang seperti gosong Muaras, gosong Pinaka, gosong Buliulin, gosong Masimbung,dan  gosong tababinga.
Di Kepulauan Derawan terdapat beberapa ekosistem pesisir dan pulau kecil yang sangat penting yaitu terumbu karang, padang lamun dan hutan bakau (hutan mangrove). Selain itu banyak spesies yang dilindungi berada di Kepulauan Derawan seperti penyu hijau, penyu sisik, paus, lumba-lumba, kima, ketam kelapa, duyung, ikan barakuda dan beberapa spesies lainnya.
Masalah yang dihadapi di Kepulauan Derawan:
  • Overfishing dan over-eksploitasi, termasuk pengambilan telur penyu.
  • Pengrusakan sektor perikanan dg menggunakan sianida dan bahan peledak.
  • Degradasi lingkungan disebabkan oleh kegiatan yang terkait menyelam dan pengembangan pariwisata berkelanjutan, terutama di sekitar danau Kakaban.
  • Peningkatan sedimentasi akibat kegiatan penebangan intensif di dekat muara Berau dan di daerah DAS sekitar.
  • Peningkatan pencemaran limbah sindrom oleh pertumbuhan populasi manusia di pulau-pulau kecil dan pengembangan pariwisata intensif.
Penghidupan masyarakat pesisir berbasis penangkapan udang di kampung kasai kecamatan pulau derawan kabupaten Berau
A. Keadaan Umum Daerah Penelitian
     1. Letak dan Kondisi Geografis
Satu diantara kampung di Kecamatan Pulau Derawan Kabupaten Berau yang memiliki masyarakat yang mayoritas berpropesi sebagai nelayan tangkap, yaitu Kampung Kasai. Kampung Kasai memiliki batas-batas sebagai berikut :
  • Sebelah utara : Hutan Km.8
  • Sebelah selatan Tanjung Bingkar, Badak-badak
  • Sebelah barat : Sungai Lebak
  • Sebelah timur Sungai Ulingan
Kampung Kasai terletak dipinggir muara Sungai Berau. Kampung Kasai secara administrasi termasuk wilayah Kecamatan Pulau Derawan, Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan Timur. Wilayah ini memiliki kekayaan sumberdaya perikanan sehingga masyarakat setempat menjadikan nelayan sebagai profesi mereka.
Kondisinya yang berbatasan langsung dengan laut memungkinkan masyarakat Kampung Kasai melakukan kegiatan ekonomi di bidang perikanan seperti penangkapan ikan, budidaya udang, ikan dan pengolahan ikan atau udang. Alat tangkap yang sering digunakan oleh nelayan adalah jaring gondrong (trammel net), mini trawl dan alat tangkap yang lain. Selain melakukan penangkapan masyarakat juga ada yang melakukan kegiatan budidaya seperti budidaya tambak udang, budidaya ikan bandeng dan kepiting.
Kampung Kasai dapat ditempuh dengan menggunakan jalur darat selama 2 sampai dengan 2,5 jam dari Tanjung Redeb, dan dari pusat Kecamatan Pulau Derawan yang terletak di Tanjung Batu dapat ditempuh selama 1 sampai dengan 1,5 jam dengan menggunaka motor atau mobil selain itu dapat di tempuh juga dengan menggunakan perahu motor namun jarang sekali di gunakan semenjak dapat ditempuh dengan menggunakan jalan darat.
Berdasarkan sumber Sekertaris Kampung Kasai, jumlah penduduk yang berada di kampung tersebut adalah 1.579 jiwa yang terdiri dari 474 kepala keluarga (KK) yang terdiri dari 9 rukun tetangga (RT).
      2. Mata Pencaharian
          Dari jumlah penduduk 1.579 jiwa mata pencaharian penduduk Kampung Kasai hampir 90 % sebagai nelayan. Banyaknya jumlah penduduk yang berprofesi sebagai nelayan di karenakan kondisi geografisnya diwilayah pesisir yang berbatasan langsung dengan laut dan 10 % nya berprofesi sebagai buruh kayu, tukang senso, guru, pembuat perahu, mantri dan pedagang.
      3. Keadaan Masyarakat Nelayan Kampung Kasai     
          
Kondisi geografis yang berdekatan dengan laut memungkinkan dilakukan usaha perikanan yang bersifat komersil yaitu penangkapan. 
Sebagian besar penduduk Kampung Kasai merupakan nelayan pendatang dari Sulawesi dan Kabupaten Pasir yang telah menetap dan menjadi warga Kampung Kasai. Dalam melakukan aktivitas penagkapan alat tangkap yang banyak digunakan adalah jaring gondrong, dan mini trawl yang sasaran utamanya adalah udang walaupun ada juga masyarakat yang menggunakan alat tangkap lain seperti rakang, rawai, dan pukat namun itu semua bukan menjadi alat tangkap utama yang digunakan masyarakat setempat.
Kegiatan penagkapan udang yang dilakukan nelayan menggunakan perahu atau kapal. Untuk perahu yang paling banyak digunakan adalah jenis perahu yang menggunakan mesin berkekuatan 12-24 PK atau mesin perahu dengan merek dongfeng.
Secara umum penangkapan yang dilakukan nelayan Kampung Kasai berlangsung sepanjang tahun yang di pengaruhi tiga musim yakni musim utara yang berlangsung dari bulan Nopember sampai dengan bulan Maret, musim selatan berlangsung dari bulan Juni sampai dengan bulan oktober,musim pancaroba berlangsung dari bulan April sampai dengan bulan Mei untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran Tabel 1.
Penangkapan yang dilakukan nelayan Kampung Kasai tersebut sangatlah tergantung dari musim tersebut. Musim-musim tersebut mempengaruhi pendapatan mereka sebagai nelayan penangkap udang, jenis udang yang di tangkap nelayan tersebut adalah jenis udang windu, udang putih dan udang bintik. Selain melakukan penangkapan udang sepanjang tahun nelayan Kampung Kasai juga melakukan kegiatan kegiatan penghidupan lainnya seperti pengolahan ikan asin, membuat atap dari daun nipah, berkebun dan mencari tuday.
B. Karakteristik Responden
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap 40 orang responden yang mewakili wilayah Kampung Kasai dapat diuraikan sebagai berikut :
  1. Umur
    Berdasarkan hasil wawancara dengan responden diketahui bahwa umur responden yang melakukan usaha penangkapan udang berkisar antara 19-69 tahun dapat dilihat pada tabel 2. Terdapat sekitar 20,5 % responden yang memiliki usia 19-28 tahun atau 8 orang, responden yang berusia 29-38 tahun ada 48,7 % atau 19 orang, responden yang berusia 39-48 tahun ada 18 % atau 7 orang, responden yang berusia 49-58 tahun ada 12,8 % atau 5 orang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

     Tabel 3.Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
  1. Tingkat Umur Responden
    Jumlah (jiwa)
    Persentase (%)
    19 – 28
    29 – 38
    39 – 48
    > 48
    8
    19
    7
    5
    20,5
    48,7
    18
    12,8
    Jumlah
    39
    100
    Sumber: Data primer yang diolah (2009)
    Berdasarkan Tabel 3 diatas diketahui jumlah responden paling banyak terdapat pada kelompok umur 29-38 tahun yaitu sebanyak 19 jiwa atau 48,7%, sedangkan jumlah responden paling sedikit terdapat pada kelompok umur >48 tahun yaitu sebanyak 5 jiwa atau 12,8%. Pada umumnya responden termasuk responden yang tergolong produktif, sehingga dianggap mampu melakukan usaha secara maksimal. Menurut wiro suharjo (1980), umur terdiri dari 3 kelompok, yaitu kelompok umur belum produktif (0-14 tahun), kelompok umur produktif (15-64 tahun) dan umur yang tidak produktif (65 tahun).
  2. Agama dan Suku
    Agama yang dianut oleh responden adalah agama Islam. Pendidikan agama menjadi pendidikan wajib bagi anak-anak mereka itu ditandai dengan berdirinya dua masjid dan taman pendidikan Al Qur’an (TPA) yang berdiri ditengah pemukiman penduduk, sangat mendukung dalam upaya peningkatan pengetahuan agama. Hal ini tercermin pada jumlah anak yang melakukan pendidikan di TPA yang sangat banyak.
    Penduduk Kampung Kasai pada umumnya bersuku Bugis dan ada juga suku Bajau, Jawa, Banjar dan Buton yang merupakan pendatang dan telah menjadi warga tetap Kampung Kasai. Suku sangat mempengaruhi karakter nelayan dalam mengembangkan usaha untuk peningkatan kesejahteraan dan taraf hidup keluarganya. Nelayan Kampung Kasai yang merupakan mayoritas suku Bugis umumnya dalam satu minggu beroperasi selama enam hari dan mereka beristirahat satu hari yaitu pada hari Jum’at, sedangkan nelayan pendatang cenderung memaksimalkan operasi penangkapannya selama satu minggu secara maksimal agar tercapai maksimalisasi penerimaan dalam usaha.
  3. Pendidikan
    Pendidikan merupakan faktor pendukung dalam mengelola usaha, karena melalui pendidikan responden dapat lebih maksimal dalam melakukan usahanya melalui ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki dalam upaya meningkatkan keuntungan yang maksimal yang berhubungan dengan upaya pengembangan usaha.
    Pendidikan formal nelayan tangkap yang menggunakan alat tangkap mini trawl pada umumnya adalah Sekolah Dasar (SD) sebanyak 7 orang atau 70%, Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebanyak 2 orang atau 20% dan Sekolah Menengah Atas (SMA) sebanyak 1 orang atau 10%,responden yang menggunakan alat tangkap jaring gondrong umumnya adalah Sekolah Dasar (SD) sebanyak 20 orang atau 80%, Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebanyak 5 orang atau 20% dan untuk nelayan Jaring Gondrong yang memiliki pendidikan terakhir setingkat dengan Sekolah Menengah Atas tidak ada, sedangkan untuk nelayan Pengumpul Udang pada umumnya adalah Sekolah Dasar (SD) sebanyak 2 orang atau 50%, Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebanyak 1 orang atau 25% dan Sekolah Menengah Atas (SMA) sebanyak 1 orang atau 25% dan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Jumlah Responden Berdasarkan pendidikan
No
Responden
Pendidikan
Jumlah (Jiwa)
Persentase (%)
1
Nelayan Mini Trawl
SD
SMP
SMA
7
2
1
70
20
10
2
Nelayan Jaring Gondron
SD
SMP
SMA
20
5
-
80
20
-
3
Pengumpul
SD
SMP
SMA
2
1
1
50
25
25

Sumber : Data primer yang diolah (2009)
Mayoritas responen berpendidikan SD yakni sebanyak 29 orang. Hal ini mengindikasikan bahwa kemampuan mereka dalam menerima pengetahuan dan teknologi dalam pengembangan usaha selanjutnya ilmu di adopsi dari pengalaman mereka selama melakukan usaha penangkapan.

        4. 
Jumlah Tanggungan
Anggota keluarga responden terdiri dari suami, istri dan anak dan anggota keluarga lainnya. Jumlah tanggungan responden juga merupakan faktor yang menentukan kegiatan usaha responden dalam mengelola usahanya, semakin banyak jumlah tanggungan semakin menuntut aktifitas yang lebih, dalam mengelola usahanya guna mencukupi kebutuhan keluarganya.
Jumlah tanggungan terbesar yaitu 6 jiwa sebanyak 3 responden sedangkan untuk jumlah tanggungan terkecil yaitu 1 jiwa sebanyak 4 responden, ada juga yang belum memiliki atau tidak memiliki tanggungan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. 
Jumlah Tanggungan Nelayan
No
Jumlah tanggungan (jiwa)
Jumlah nelayan (jiwa)
Total Responden
Persentase (%)
Mini Trawl
Jaring Gondrong
Pengumpul
1
2
3
4
5
6
7
0
1
2
3
4
5
6
-
-
4
5
-
-
1
1
3
8
4
5
2
2
-
1
1
-
2
-
-
1
4
13
9
7
2
3
2,6
10,3
33,3
23,1
17,9
5,1
7,7
10
25
4
39
100
Sumber : Data primer yang diolah(2009)
       Persentase terbesar berada pada responden yang memiliki jumlah tanggungan 2 orang yaitu sebanyak 13 responden (33,3%), dan terkecil berada pada responden yang tidak memiliki tanggungan sebanyak 1 Responden (2,6%).
C. Kondisi Fisik dan Fasilitas Umum
Kampung Kasai merupakan kampung yang terletak di muara Sungai Berau, yang mayoritas penduduknya berprofesi sebagai nelayan. Para nelayan tersebut sudah lama menetap dan telah menjadi warga Kampung Kasai. Sebagian besar masyarakat Kampung Kasai tinggal dan membuat rumah dipinggiran sungai berau dengan alasan agar mudah mengawasi dan memarkir perahunya. Rumah masyarakat Kampung Kasai rata-rata terbuat dari papan dan beratapkan seng dan rumbia yang terbuat dari daun nipah yang telah dianyam.
Sarana air bersih yang tersedia adalah air yang berasal dari mata air pegunungan, sarana air bersih dari PDAM tidak tersedia karena letak Kampung Kasai yang jauh dari akses luar dan lokasinya yang berbukit membuat sarana air bersih dari PDAM belum sampai di Kampung Kasai . Masyarakat Kampung Kasai untuk saat ini masih memanfaatkan sumber mata air tersebut untuk kebutuhan hidup mereka bahkan ada juga masyarakat yang masih memanfaatkan air hujan untuk kebutuhan mereka.
Jauhnya lokasi dari akses kota membuat Kampung Kasai kurang diperhatikan dalam fasilitas penunjang seperti ketersediaan listrik dari pemerintah sehingga masyarakat Kampung Kasai membuat alternatif penerangan dari mesin genset pribadi mereka, ada juga yang menumpang dari listrik tetangga yang memiliki mesin genset dengan membayar uang solar perharinya atau perbulannya.
Masyarakat Kampung Kasai yang tinggal di sekitar sungai banyak yang memanfaatkan sungai sebagai pembuangan sampah-sampah rumah tangga, dan juga sebagai tempat mereka membuat WC. Rumah-rumah yang berdiri dipinggiran sungai membuat lokasi Kampung Kasai terlihat kumuh dan kotor. Rumah-rumah yang berdiri di pinggiran sungai dan kumuhnya lingkungan setempat dapatmengindikasikan bahwa masyarakat Kampung Kasai kurang kesadaran akan kebersihan lingkungan, yang mengakibatkan timbulnya bibit penyakit.

D. Aktor-Aktor Sosial
Aktor-aktor sosial yang terlibat dalam usaha penangkapan dan perdagangan udang yakni nelayan jaring gondrong, nelayan mini trawl dan ponggawa atau pengumpul udang.
Udang adalah sumberdaya yang penting dan salah satu komoditi unggulan Kabupaten Berau Khususnya masyarakat Kampung Kasai yang menggantungkan hidupnya dari pendapatan menangkap udang di laut. Usaha penangkapan udang tersebut banyak melibatkan aktor-aktor sosial seperti Ponggawa atau pengumpul udang yang membiayai seluruh biaya operasional penangkapan udang yang dilakukan nelayan dan nelayan sendiri yang melakukan usaha penangkapan di laut. Ponggawa atau pengumpul udang yang melakukan usaha di wilayah Kampung Kasai sebanyak 9 orang yang masing-masing memiliki nelayan binaan. Nelayan binaan tersebut diberikan modal usaha untuk mengembangkan usahanya demi meningkatnya pendapatan yang diperoleh nelayan dan juga untuk mengikat nelayan untuk menjual hasil tangkapannya pada ponggawa yang memberikan modal pada nelayan tersebut. Nelayan Kampung Kasai hampir keseluruhan memiliki sangkutan hutang pada ponggawanya namun ada juga yang tidak memiliki sangkutan hutang pada ponggawa. Meskipun ponggawa memiliki nelayan binaan masing-masing untuk mengikat nelayan agar menjual hasilnya padanya, ponggawa tidak semena-mena dalam menetapkan harga beli dari nelayan. Harga yang di tetapkan ponggawa cenderung sama bila berbeda itu tidak besar.
Harga udang ekspor tergantung dari size yang dijual pada ponggawa. Ponggawa menetapkan harga beli pada nelayan anata Rp. 20.000 sampai dengan harga Rp. 110.000 dalam size 85 – 20 per Kg. Harga udang bintik yang di berikan pada nelayan yaitu Rp. 12.000 /Kg. untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada tabel.
Tabel 6. Harga Udang Ekspor dan Udang Bintik
No
Size
Harga (Rp)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
20
25
35
40
45
50
55
60
65
70
80
85
90
Udang Bintik
110.000
90.000
77.000
64.000
54.000
47.000
41.000
34.000
30.000
27.000
21.000
20.000
19.000
12.000
 Sumber : Data Primer yang diolah, 2009
Ponggawa yang telah mengumpulkan hasil tangkapan nelayan dalam beberapa hari mengirimnya atau menjualnya pada perusahaan atau pengumpul yang lebih besar lagi seperti ponggawa yang ada di wilayah Tanjung Redeb. Usaha penangkapan dan perdagangan saling berkaitan diantara semuanya saling menjaga hubungan baik karena saling membutuhkan.
E. Pola Kerjasama Antara Pemilik Modal dan Nelayan
Nelayan Kampung Kasai yang melakukan usaha penangkapan udang memperoleh alat penangkapan dari ponggawa yang memberi modal dengan sistem pengembalian modal dengan potongan hasil penangkapan. Potongan hasil penangkapan yang diberikan ponggawa pada nelayan yang diberi modal cenderung tidak memberatkan nelayan hanya saja sifatnya mengikat nelayan agar menjual hasil tangkapan udang pada pemberi modal usaha.
Besarnya potongan yang diberikan ponggawa sebesar 10% dari jumlah tangkapan yang diperoleh, bila jumlah tangkapan nelayan bagus potongan tersebut di berlakukan dan potongan itu tidak diberikan bila jumlah tangkapanya kurang. Potongan itu diberlakukan setelah dikurangi dengan biaya oprasional penangkapan.
Penghasilan yang diperoleh nelayan pada dasarnya adalah upah yang didapat dari kontribusi yang diberikan dalam upaya penangkapan udang. Ponggawa memberikan alat penangkapan secara cuma-cuma pada nelayan dengan modal kepercayaan dengan nelayan, sedangkan nelayan memanfaatkan alat penangkapan yang diberikan ponggawa untuk menangkap udang dengan keterampilan dan tenaganya, sehingga nelayan berkewajiban menjual hasil tangkapannya pada ponggawa dan ponggawa secara otomatis memotong hasil tangkapan nelayan untuk membayar alat tangkap yang diberikan untuk keperluan nelayan selanjutnya.
Alat tangkap yang dimiliki nelayan Kampung Kasai adalah milik pribadi mereka dengan cara meminjam modal alat tangkap pada nelayan dan membayarnya dengan sistem potongan hasil tangkapan, setelah lunas nelayan dapat meminjam lagi pada ponggawanya.
F. Biaya Produksi
Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam penangkapan udang di Kampung Kasai berupa biaya investasi dan biaya oprasional meliputi biaya tetap serta biaya tidak tetap. Adapun alat yang digunakan dalam penangkapan meliputi alat tangkap (jaring gondrong, mini trawl) perahu serta box udang. Biaya tidak tetap meliputi biaya bahan bakar solar, es balok. dan konsumsi.
  1. Biaya Investasi
    Biaya investasi merupakan biaya yang diperlukan untuk membeli barang-barang yang dibutuhkan dalam melakukan upaya penangkapan udang dan merupakan syarat dalam melakukan usaha. Barang-barang yang diperlukan dalam upaya penangkapan udang antara lain meliputi perahu, mesin, alat tangkap (jaring, pemberat dan pelampung), peti es, termos. Biaya investasi yang digunakan oleh nelayan Kampung Kasai yang menggunakan alat tangkap jaring gondrong rata-rata sebesar Rp. 11.481.400 dengan perincian pembelian rata-rata untuk perahu sebesar Rp. 4.284.000, untuk mesin rata-rata sebesar Rp. 5.416.000, untuk alat tangkap jaring gondrong sebesar Rp. 1.472.800, untuk pemberat sebesar Rp. 75.000, untuk pelampung sebesar Rp. 52.000, untuk peti Es sebesar Rp. 53.800 dan untuk termos sebesar Rp. 123.000. Biaya investasi yang di perlukan oleh nelayan mini trawl yaitu sebesar Rp. 12.517.000 dengan perincian pembelian rata-rata untuk perahu sebesar Rp. 4.300.000, untuk mesin rata-rata sebesar Rp. 5.250.000, untuk alat tangkap jaring gondrong sebesar Rp. 2.700.000, untuk peti es sebesar Rp. 57.000 dan untuk termos sebesar Rp. 110.000. Biaya investasi yang dikeluarkan dalam setiap responden sangat berfariasi tergantung dari besar atau kecilnya alat yang di gunakan dalam usaha penangkapan udang.
  2. Biaya Tetap
    Biaya tetap adalah biaya yang tidak tergantung oleh besar kecilnya hasil yang diperoleh dalam usaha pengkapan udang meliputi biaya pemeliharaan atau perawatan dan biaya penyusutan. Biaya penyusutan yaitu biaya pengurangan nilai suatu barang modal disebabkan pemakaian terus menerus karena pengaruh cuaca, pasang ataupun mengalami kerusakan sehingga barang tersebut mengalami penyusutan atau mengalami kelusuhan sehingga pada umur teknis barang modal telah habis, dapat diambil dari alokasi biaya total penyusutan. Biaya penyusutan dalam usaha penangkapan di peroleh dengan cara harga beli dibagi dengan umur teknis peralatan yang di pergunakan (alat yang bersangkutan).
    Biaya penyusutan yang dikeluarkan nelayan Kampung Kasai rata-rata sebesar Rp.1.650.396 per bulan. Dengan rincian rata-rata biaya penyusutan untuk perahu sebesar Rp.72.478, mesin sebesar Rp.74.377, alat tangkap sebesar Rp.1.485.867, pemberat sebesar Rp. 1.435, pelampung sebesar Rp. 1.904, peti Es sebesar Rp. 7.949 dan termos sebesar Rp.6.307 untuk nelayan yang menggunakan alat tangkap jaring gondrong. Biaya penyusutan untuk nelayan yang menggunakan alat tangkap mini trawl rata-rata sebesar Rp.233.610 per bulan. Dengan perincian rata-rata biaya penyusuytan untuk perahu sebesar Rp. 72.593, untuk mesin sebesar Rp. 87.292, untuk alat tangkap sebesar Rp. 62.468, untuk peti Es sebesar Rp 4.924 dan untuk termos sebesar Rp. 6.333.
    Berdasarkan hasil wawancara terhadap responden, Perawatan yang dilakukan nelayan Kampung Kasai terhadap peralatan yang di miliki dalam melakukan usaha penangkapan udang tidak membutuhkan biaya yang begitu besar bahkan tidak memerlukan biaya, perawatan yang dilakukan terhadap peralatan yang dimiliki seperti membersihkan alat setelah melakukan penangkapan dan mengangkat alat tangkap tersebut bila tidak digunakan. Total biaya yang dikeluarkan nelayan dalam usaha penangkapan udang rata-rata sebesar Rp1.650.396 perbulan untuk nelayan jaring gondrong dan untuk nelayan mini trawlrata-rata sebesar Rp 233.610 per bulan.
  3. Biaya tidak tetap
    Biaya tidak tetap adalah biaya yang berhubungan dengan proses produksi seacara keseluruhan. Besar kecilnya biaya tergantung dari jumlah produksi yang dihasilkan, biaya tidak tetap terdiri dari ; bahan bakar (solar, minyak tanah), konsumsi (makan,minum dan rokok) dan es balok. besarnya biaya tidak tetap yang dikeluarkan nelayan Kampung Kasai dalam satu bulan adalah : sebesar Rp.3.840.000 rata-rata responden per bulan untuk nelayan mini trawl dengan rata-rata pengeluaran per hari sebesar Rp.160.000 dan untuk nelayan jaring gondrong sebesar Rp.2.400.000 rata-rata pengeluaran setiap responden per bulan atau rata-rata pengeluaran setiap responden perhari sebesar Rp.100.000. Nelayan Kampung Kasai melakukan oprasi penangkapan dalam satu bulannya maksimal sebanyak 24 hari setelah dikurangi dengan hari jumat.
    Total biaya oprasional dan pemeliharaan (biaya produksi) atau total cost (TC) yang dikeluarkan nelayan mini trawl adalah sebesar Rp.2.633.610 rata-rata pengeluaran setiap responden perbulan dan nelayan jaring gondrong sebesar Rp 5.490.596 rata-rata pengeluaran setiap responden perbulan.
G. Hasil produksi, Penerimaan dan Pendapatan
  1. Hasil Produksi
    Dari hasil penelitian diketahui bahwa usaha penangkapan udang yang dilakukan nelayan Kampung Kasai diketahui besarnya hasil produksi udang adalah sebesar 2.400 Kg/bulan atau 96 Kg/bulan rata-rata setiap responden untuk udang windu, untuk udang putih sebesar 1.200 Kg/bulan atau 48 Kg/bulan untuk setiap responden dan untuk hasil udang bintik sebesar 6.000 Kg/bulan atau 240 Kg/bulan setiap responden dengan harga jual pada ponggawa kampung untuk udang windu dan udang putih ekspor dengan harga Rp.148.000-Rp.30.000/Kg, dan udang bintik sebesar Rp.12.000/Kg.
  2. Pendapatan
    Pendapatan adalah jumlah uang yang di terima nelayan penangkap udang yang diperoleh dari perkalian antara harga jual dengan jumlah produksi udang yang dijual. Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan penerimaan nelayan di Kampung Kasai sebesar Rp.15.360.000 per bulan setiap responden. Rincian penerimaan nelayan penangkap udang di Kampung Kasai dapat di lihat pada lampiran.
  3. Penerimaan
       Penerimaan nelayan penangkap udang di Kampung Kasai diperoleh dengan cara mengurangkan total penerimaan dengan total biaya yang dikeluarkan nelayan selama usaha. Besarnya pendapatan yang diperoleh nelayan Kampung Kasai adalah rata-rata sebear Rp.12.248.693 per bulan setiap responden. Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada lampiran.
H. Wilayah Penangkapan
Kabupaten Berau merupakan wilayah yang terlatak pada wilayah pesisir dan memiliki pulau-pulau kecil yang memiliki potensi yang besar, seperti potensi pariwisata dan potensi perikanan. Posisi yang begitu strategis membuat Kabupaten Berau memiliki wilayah penangkapan yang luas salah satunya yang sering dimanfaatkan oleh nelayan Kampung Kasai untuk menangkap udang.
Berdasarkan hasil wawancara terhadap nelayan penangkap udang, wilayah penangkapan yang di jadikan tempat responden melakukan penangkapan yaitu sekitar wilayah Tanjung Ulingan, Tanjung Bingkar, Pegat, wilayah Tengker dan sekitar wilayah Gedung. Wilayah penangkapan dari masing-masing nelayan yang menggunakan alat tangkap tidak ada perbedaan, penangkapan selalu dilakukan beriringgan antara nelayan jaring gondrong dengan nelayan mini trawl tidak ada permasalahan antara sesama nelayan dari Kampung Kasai sendiri. Masalah yang sering timbul berasal dari nelayan andon (nelayan pendatang) yang menangkap di sekitar wilayah Kampung Kasai, biasanya nelayan itu nelayan yang menangkap ikan dengan pukat.
Wilayah penangkapan yang dilakukan nelayan Kampung Kasai terdapat pada peta penangkapan yang terarsir dengan warna merah sedangkan yang memiliki warna merah tersebut adalah wilayah penangkapan yang sangat produktif dalam upaya penangkapan yang dilakukan nelayan Kampung Kasai.
Nelayan yang melakukan penangkapan udang di Kampung Kasai tidak memiliki hambatan dalam memperoleh akses terhadap kekayaan sumberdaya udang, karena nelayan Kampung Kasai telah memanfaatkan kekayaan sumberdaya laut tersebut secara turun temurun sehingga tidak ada pembatasan akses terhadap peangkapan udang di laut.
Wilayah penangkapan udang yang cukup luas merupakan potensi wilayah Kampung Kasai khususnya dan Kabupaten Berau pada umumnya. Potensi yang besar tersebut menjadikan Kabupaten Berau khususnya Kampung Kasai menjadi penghasil udang laut yang lumayan besar dan terkenal dengan hasil udangnya. Hasil produksi udang tergantung dari musim yang terjadi pada saat penangkapan atau oprasi yang dilakukan. Ada tiga musim yang mempengaruhi penangkapan udang di Kampung Kasai yakni musim utara, selatan dan musim peralihan atau sering disebut musim pancaroba.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada responden musim utara terjadi antara bulan November sampai bulan Maret sedangkan musim selatan terjadi pada bulan Juni sampai bulan Oktober dan musim pancaroba terjadi pada bulan April sampai dengan bulan Mei. Musim-musim tersebut mempengaruhi hasil tangkapan udang yang di peroleh nelayan Kampung Kasai.
I. Tingkat Kesejahteraan Nelayan Penangkap Udang Berdasarkan Indikator Pangsa Pengeluaran
Makanan.
Untuk mengetahui tingkat kesejahteraan nelayan penangkap udang di Kampung Kasai dapat ditentukan berdasarkan metode pangsa pengeluaran makanan. Metode pangsa pengeluaran makanan baik pangan maupun non pangan dapat dipergunakan untuk melihat gambaran atau informasi tingkat kesejahteraan. Premisnya adalah semakin rendah persentase pengeluaran yang dipergunakan untuk membeli bahan makanan maka semakin tinggi tingkat kesejahteraan dari rumah tangga tersebut
Berdasarkan hasil wawancara dalam penelitian diketahui besarnya pengeluaran untuk kebutuhan sehari-hari rata-rata sebesar Rp. 95.615 per hari atau Rp. 2.868.462 per bulan, dengan perincian untuk kebutuhan pokok sebesar Rp. 86.654 per hari atau Rp. 2.059.615 per bulan dan untuk kebutuhan non pangan sebesar Rp. 26.962 per hari atau sebesar Rp. 808.846 per bulan. Berdasarkan hasil tersebut besarnya persentase pengeluaran untuk pangan sebesar 60,73% di pergunakan untuk kebutuhan pokok dan sisanya di gunakan untuk kebutuhan lainnya, seperti membeli seragam sekolah, bayar uang sekolah dan kebutuhan lainnya selanin kebutuhan konsumsi yaitu sebesar 39,27%.
Potensi Kepulauan Derawan

1. Terumbu karang

     Terumbu karang di Kepulauan Derawan tersebar luas pada seluruh pulau dan gosong yang ada di Kepulauan Derawan. Gosong-gosong yang ada di kepulauan ini diantaranya Gosong Pulau Panjang, Gosong Masimbung, Gosong Builiun, Gosong Pinaka, Gosong Tababinga dan Gosong Muaras.
         Tipe terumbu karang di Kepulauan Derawan terdiri dari karang tepi, karang penghalang dan atol. Atol inilah yang telah terbentuk menjadi pulau dan terbentuk menjadi danau air asin. "Survei Manta Tow 2003" menunjukkan tutupan rata-rata terumbu karang di Pulau Panjang adalah 24,25% untuk karang keras dan 34,88 untuk karang hidup. Terumbu karang di Pulau Derawan memiliki tutupan rata-rata karang karang keras 17,41% dan tutupan karang hidup 27,78%. Dengan jumlah spesies 460 sampai 470 menunjukkan bahwa ini menjadi kekayaan biodiversitas nomor dua setelah Kepulauan Raja Ampat.
Areal terumbu karang yang utama :

      ·         Pulau Panjang bagian barat (inlet dan channel)
      ·         Karang muaras dengan diversitas tinggi, karang sehat dan nilai estetika
      ·         Karang Malalungun, diversity tinggi dengan struktur yang kompleks dengan berbagai habitat
      ·         Karang Besar yang kaya habitat
2. Ikan Karang
       Survei ikan karang tahun 2003 menunjukkan bahwa kepulauan ini menghasilkan 832 spesies.Selain itu, diperkirakan sedikitnya 1.051 spesies terdapat di perairan Berau dengan jenis dominan Gobes (Gobiidae), Wrasses (Labridae), dan Damselfishes (Pomacentridae).

3. Padang Lamun
        Padang Lamun ditemukan tersebar di seluruh Kepulauan Derawan dengan kondisi yang berbeda dengan rata-rata luas tutupan kurang dari 10% sampai 80%. Ekosistem ini secara ekologi dan ekonomi sangat penting tapi keberadaannya terancam oleh gangguan dan kegiatan manusia seperti pembukaan hutan besar-besaran, kebakaran hutan, budidaya laut, sedimentasi, baling-baling perahu, dan lain-lain. Di Pulau Derawan terdapat dua jenis lamun yang dominan Thalasia hemprichii dan Halophila ovalis serta empat spesies lamun lain yang ditemukan di sekeliling pulau yaitu Halodule uninervis, Cyamodocea rotundata, Syringodium isoetifolium, dan Halodule pinifolia.

4. Mangrove
     Mangrove di kawasan Delta Berau dimanfaatkan masyarakat secara tradisional sebagai sumber mata pencaharian keluarga, seperti menangkap ikan, udang, dan kepiting. Dalam sepuluh tahun terakhir, mangrove di Berau telah banyak dikonservasi menjadi tambak udang dan ikan dengan laju pembukaan lahan yang cepat. Nipah (Nypa fructican) mendominasi komposisi jenis mangrove di kawasan Delta Berau. Hasil kajian evaluasi ekonomi dan konservasi mangrove menunjukkan bahwa nilai ekonomi hutan mangrove memberikan manfaat langsung sebesar AS$ 295.78/ha/th, manfaat tidak langsung AS$ 726.26/ha/th, manfaat pilihan AS$ 358.46/ha/th.

5. Perikanan Tangkap
        Kegiatan perikanan yang ada di Kecamatan Derawan dan Maratua meliputi perikanan laut, pengambilan telur penyu, dan budidaya tambak. Hasil penangkapan perikanan laut Kecamatan Kepulauan Derawan merupakan penyumbang terbesar pendapatan Kabupaten Berau dari lima kecamatan yang punya aktivitas penangkapan perikanan laut.
Aktivitas ini pada tahun 2001 menyumbang Rp. 37.907.680,00. Jumlah kapal penangkapan ikan yang ada di Kecamatan Derawan dan Maratua tahun 2001 sebanyak 426 dengan jumlah perahu tanpa motor sebanyak 256 unit. Alat tangkap yang ada di Kecamatan Derawan dan Maratua adalah payang (pukat kantong) 74 unit, purse sein (pukat cincin) 14 unit, jaring insang 282 unit, jaring angkat 30 unit, pancing 139 unit, perangkap 66 unit dan alat pengumpul 13 unit.

6. Kegiatan Ekonomi
       Kegiatan perikanan merupakan tulang punggung kegiatan yang ada di Pulau Maratua dan Derawan sebab sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai nelayan.
Perikanan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Pulau Maratua dan Derawan adalah ikan pelagis dan ikan karang. Hasil penjualan ikan secara umum dijual di Pulau Derawan dan Maratua, Tanjung Redeb, Surabaya dan beberapa kota luar propinsi yang melewati pengumpul yang cukup besar, bahkan sering dimasukkan kepada eksportir yang kemudian dijual ke konsumen di luar negeri.
7. Potensi Kawasan Konservasi
       Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Berau telah direncanakan kawasan konservasi pulau-pulau kecil di Kepulauan Derawan. Potensi kawasan konservasi ini dilihat dari keanekaragaman hayati yang ada di kepulauan ini antara lain satwa endemik, dan tempat-tempat penting lain. Selain memiliki beberapa ekosistem tropis yang terdiri dari ekosistem terumbu karang, ekosistem lamun, dan ekosistem mangrove.
        Kepulauan Derawan juga punya spesies yang dilindungi dan khas. Spesies itu diantaranya ketam kelapa (Birgus latro), paus, lumba-lumba (Delphinus), penyu hijau (Chelonia mydas), penyu sisik (Erethmochelys fimbriata), dan dugong (Dugong dugon). Ketam kelapa dapat ditemukan di Pulau Kakaban dan Maratua. Paus dapat ditemukan di sekitar Pulau Maratua pada musim tertentu sedangkan lumba-lumba di sekitar Pulau Semama, Sangalaki, Kakaban, Maratua, dan Gosong Muaras. Penyu dapat ditemukan di sekitar Pulau Panjang, Derawan, Semama, Sangalaki dan Maratua serta Dugong di Pulau Panjang dan Semama. Spesies unik lain adalah Pari Manta (Manta birostris) yang terdapat di Pulau Sangalaki dan Pigmy Seahorse di Pulau Semama dan Derawan.